Sungguh ironis jika
seorang anak yang merupakan Permata hati dan tumpuan masa depan kedua orang
tuanya, harus diserahkan kepada iblis durjana. Semua dilakukan hanya demi
ketamakan akan harta dunia. Anak yang harusnya dijaga dan dibesarkan, justru
dipersembahkan kepada makhluk seperti iblis laknat.
Berbicara mengenai
fenomena persugihan, ingatan kita tak lepas dari masalah nyawa dan tumbal. Jika
ingin kaya mendadak (konon) kita harus menukar secara timbal balik dengan setan
yang dipuja itu. Setan memberi kita harta, dan kita pun harus memberikan
sesuatu menurut keinginan si setan tersebut. Biasanya inilah yang kemudian
disebut sebagai tumbal.
Tumbal itu biasanya bisa berupa barang ataupun
nyawa. Semuanya tergantung permintaan si iblis. Bahkan tak menutup kemungkinan
nyawa si pelaku berikut beberapa nyawa keluarganya sekaligus. Memang
mengerikan. Kendati demikian, disinyalir banyak orang yang nekad melakukan
kesesatan ini.
Bicara tumbal, ada
pengalaman luar biasa yang dialami oleh seorang lelaki dari daerah Bogor yang
kini telah berusia 55 tahun, yang sebut saja bernama Madin. Menurut
pengakuannya, selama 15 tahun dia hidup tersiksa di alam Siluman Babi karena
ditumbalkan oleh kedua orang tuanya demi meraih kekayaan. Setelah 15 tahun,
berkat kuasa illahi dia bisa pulang kembali ke keluarganya, karena itu,
terkuaklah aib kedua orang tuanya yang selama ini tak dia ketahui.
Tentu saja,
kepulangannya, menjadi kegemparan diseluruh kampungnya mengingat orang tuanya
sudah tak mampu menyekolahkannya lagi setamat SD. Maklumi, ia lahir dari
keluarga yang miskin. Hanya empat ekor kambing inilah harta satu-satunya yang
dimiliki keluarga Madin.
Ayahnya hanyalah
seorang buruh serabutan yang harus menghidupi ibu serta empat adiknya yang
lain, termasuk dirinya.
Hari itu, ketika
matahari sudah mulai menuju peraduannya di ujung barat, angin sepoi yang datang
dari lembah Cisadane, hampir saja memejamkan mata Madin yang sedari tadi duduk
di bawah sebatang pohon karet sambil mengawasi kambing-kambingnya dari jauh.
Namun rasa kantuknya
dikejutkan oleh deheman seseorang yang tiba-tiba saja telah berdiri tegak
disampingnya. Orang tersebut dalam Bahasa Sunda mengenalkan dirinya dengan nama
Pak Saman. Lelaki berpakaian ala pendekar ini membawa pesan, yakni agar si
Madin bersedia ikut dengannya ke rumahnya atas perintah bapaknya sendiri.
“Bapakmu sudah menunggumu
disana, dia ada di rumah kami!” Ujar lelaki berkulit gelap tersebut”.
Seperti di hipnotis,
Madin menurut saja. Bahkan dia lupa dengan kambing-kambingnya.
Ketika tiba ditempat
yang dituju, ternyata rumah orang tersebut Sungguh sangat besar, seperti
layaknya sebuah istana. Namun begitu tiba disana Madin tak melihat ayahnya.
“O…ternyata bapakmu
sudah pulang, Nak. Katanya kamu disuruh menunggu disini sampai bapakmu
menjemput, “kata lelaki tadi sekembalinya dari sebuah ruangan.
Madin bingung. Dia
mulai curiga. Karena bingung, dia mulai kasak-kusuk bertanya pada orang-orang
yang bekerja di rumah itu yang jumlahnya sangat banyak. Ya, sebuah rumah dengan
puluhan bahkan ratusan pembantu, adalah sungguh sangat aneh.
Tapi tetap tak ada
jawaban, sebab orang-orang itu semuanya seperti bisu. Tiap kali ditanya, mereka
hanya menggeleng dan memandang dengan hampa. Bahkan, Madin melihat mereka hanya
bekerja dan bekerja.
Sehari dua hari Madin
dibiarkan tak mengerjakan apapun seperti orang-orang itu. Namun, menginjak
seminggu, dia dikejutkan oleh suara yang menggeledek, yang menghadirkan agar
bekerja seperti yang lain.
“kamu disini disuruh
bekerja oleh Bapakmu. Bukan duduk santai dan melamun terus”, bentak orang itu
sembari menendang bokong Madin dengan kerasnya.
Rasa sakit luar biasa
akibat tendangan itu membuatnya sangat takut. Sedangkan orang yang beberapa
waktu lalu menjemputnya tak lagi menampakkan batang hidungnya. Akhirnya, lambat
laun Madin mulai merasa bahwa dia telah ditipu orang yang mengaku bernama Pak
Saman itu.
Karena ketakutan yang
teramat sangat, dengan berat hati dan cukuran air mata, Madin terpaksa bekerja
keras di tempat itu seolah tanpa henti. Dikatakan tanpa henti sebab seolah
tempat itu tak ada pergantian hari siang ataupun malam.
Hari-hari kelam itu dia
lewati dengan cukuran keringat tiada henti. Semua pekerja, termasuk Madin di
dalamnya, baru berhenti tak kala tiba saatnya makan. Malangnya, makan saja
dijatah dua kali sehari pagi dan beberapa jam kemudian.
“Entahlah siang atau
sore kami tak bisa membedakannya”, cetus Madin, mengingat saat itu.
Ketika ditanya apa saja
yang dikerjakannya di tempat, Madin menjawab kerja apa saja. Mulai dari
membangun rumah, mencuci dan masih banyak lagi termasuk membersihkan kandang
babi.
“Banyak babi
berkeliaran di tempat itu, mereka seolah menjadi tuan bagi kami”, kenangnya
lagi.
Kira-kira sebulan
kemudian, Madin baru melihat jika di ruangan lain atau tempat lain ada
pemandangan memilukan. Banyak anak-anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan
sambil menangis mereka bekerja mengepel lantai. Bahkan anak-anak itu dibiarkan
saling cakar mencakar satu dengan yang lainnya sampai berdarah-darah.
“Mereka, anak-anak yang
masih suci itu mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh orang
dewasa. Semoga Allah melaknat iblis terkutuk itu!” Ingat Madin dengan mimic
menegang, menahan amarah akan kenangan yang sangat pahit dan menegangkan itu.
Madin saat itu terus
bekerja dan bekerja bersama puluhan orang lainnya dari segala umur. Tempat itu
benar-benar seperti neraka bagi orang-orang yang belum tentu mengerti mengapa
mereka bisa berada disana. Mereka bekerja untuk siapa? Dan apa salah mereka sebenarnya?
Kita kembali saat Madin
hilang ketika menggembala kambingnya beberapa waktu sebelumnya, di hutan dekat
dengan aliran sungai Cisadane. Ketika itu berita tak pulangnya Madin ke rumah
bersama kambing-kambing gembalanya menjadi kegemparan seluruh warga desa.
Kedua orang tua Madin
pun ikut panik dan menangis demi mengetahui Madin tak pulang hingga larut
malam. Setelah disepakati oleh beberapa pemuka desa akhirnya rombongan sesepuh
desa dibantu beberapa pemuda menyusul atau mencari Madin di tempat biasa
menggembalakan ternaknya.
Memang tak begitu sulit
menemukan tempat itu, tapi para penduduk tak menemukan Madin. Hanya empat ekor
kambingnya saja yang ada di tempat itu. Setelah dijelajahi areal hutan
disekitar tempat itu, nyatanya para penduduk tak menemukan juga jejak Madin.
Akhirnya, mereka pulang
dengan hanya membawa empat ekor kambing saja. Sesampai di rumah kedua orang tua
Madin hanya mampu menangis dan tak bisa berbuat apa-apa. Namun, belakangan
diketahui kalau Madin sesungguhnya anak angkat kedua orang tua itu. Dulu mereka
tak punya anak, sehingga Madin diangkat sebagai anak. Setelah mengangkat Madin
sebagai anak, barulah ibu Madin mengandung ketiga anaknya yang lain.
Baru keesokan harinya,
seorang penderes getah mengabarkan penemuan seorang mayat di semak-semak di
tengah hutan dengan penuh luka. Mayat tak lain adalah Madin. Para penduduk
mengira, dan diperkuat oleh analisa
dokter, jika Madin tewas karena diserang binatang buas. Hal itu ditandai
beberapa helai bulu babi hutan yang masih menempel di kaos-nya.
Berita kematian Madin
makin membuat gempar desa. Bahkan ibunya beberapa kali jatuh pingsan. Entah pura-pura
pingsan, atau memang dia menyesal karena melakukan semua itu demi kekayaan.
Yang pasti saat itu juga jenazah Madin langsung dikuburkan.
Selama waktu berjalan,
kematian Madin sedikit-demi sedikit mulai hilang dari ingatan seluruh warga
desa. Setelah lima belas tahun sejak kematian Madin, warga desa pun benar-benar
lupa dengan kisah tragis seorang anak rajin itu. Bahkan saat ayahnya meninggal,
kabar tentang Madin sudah dilupakan orang.
Beberapa hari setelah
ayahnya meninggal, kegemparan luar biasa kembali terjadi. Di desa itu tiba-tiba
muncul seorang lelaki setengah separuh baya yang mengaku bernama Madin, anak
yang dikabarkan meninggal dunia lima belas tahun lalu akibat diseruduk babi
hutan.
Tak ada yang percaya
jika dia benar-benar Madin yang sudah mati. Namun, sejumlah warga desa yang
menjadi saksi peristiwa lima belas tahun silam itu mulai percaya. Hal itu
ditandai dengan beberapa tanda diantaranya kaos yang dipakai Madin ketika
hilang dulu walau kini sudah hampir hancur dan terasa kesempatan begitu juga
celananya walau sudah compang-camping, namun masih dikenakan oleh Madin.
Akhirnya, sebagian
penduduk percaya jika itu benar-benar Madin. Acara selamatan pun digelar dan
dari sinilah awal kisah ini meluncur dari mulut Madin sendiri.
Walau begitu, tak
sedikit pula orang yang takut berdekatan dengan Madin yang dibilang mayat
hidup. Mengapa hal itu bisa terjadi dan siapakah yang mati itu…?
Saat Madin masih berada
di alam siluman babi yang menurutnya hanya enam bulan itu, padahal yang
sesungguhnya sudah 15 tahun, tiba-tiba ada kegaduhan di istana babi. Rumah
besar bak istana itu, tiba-tiba bergetar hebat seperti gempa.
Orang-orang berlarian
menyelamatkan diri termasuk Madin. Dalam pelariannya diantara guncangan tanah,
telinganya mendengar sebuah “lagu” yang pernah didengarnya walau dia sudah
sangat lupa.
Ketika dia dengarkan
dengan seksama, Madin baru ingat jika lagu itu ternyata suara Adzan pertanda
ajakan SHOLAT. Dalam kepanikannya dia mengikuti suara dan menirukan adzan itu
dengan linangan air mata.
Bumi makin bergoncang
hebat, tanah disekitarnya seperti beterbangan ditiup topan. Tiba-tiba terdengar
gemuruh seperti topan menerjang yang meluluh-lantakkan tempat itu hingga Madin
jatuh dalam kegelapan.
Di saat kesadarannya
kembali, dia sudah berada di tengah
hutan dan tak jauh darinya dia bertemu orang tua bersorban dan ternyata orang
inilah yang mengumandangkan adzan.
Begitu selesai, Madin
segera merangkak dan memanggil orang tua bersorban itu. Orang tua tersebut
seperti kaget dan bingung, seperti halnya Madin.
Menurut penuturan orang
tua itu, dia mencari seorang bocah perempuan yang konon diculik lelembut hutan
karet ini. Tapi muncul justru Madin. Namun, orang tua bijak tersebut sudah
mulai menangkap arti semua ini.
Dengan menyebut kebesaran
Allah, Madin diantaranya ke tepi hutan dan menyuruhnya pulang. Siapakah
gerangan orang tua ini?
Ternyata, orang tua
tersebut adalah Haji Sapri, warga desa jauh yang dimintai tolong oleh keluarga
si bocah perempuan yang hilang itu untuk menemukan puterinya yang hilang secara
misterius. Dengan kelebihan yang dimiliki serta karomah yang ada pada Haji
Sapri, dia memastikan jika bocah perempuan itu hilang disekitar tempat ini. Maka di tempat munculnya Madin yakin
di tengah hutan karet inilah Haji Sapri berdoa serta mengumandangkan adzan.
Namun tanpa diduga dia justru menemukan Madin, padahal tujuan semula Pak Haji
mencari bocah perempuan itu.
“ini adalah sebuah
mukjizat Allah bagi umatnya yang beriman, dan Haji Sapri adalah salah satu
umat-Nya yang diberi karomah, “cetus Madin mengenang Haji Sapri telah meninggal
beberapa waktu silam.
Bukan itu saja,
belakangan ternyata atas kuasa Allah pula bocah itupun diketemukan lewat Haji
Sapri. Bocah itu ternyata dibawa makhluk halus di tepi hutan dekat dengan jalan
raya. Tempatnya dedemit penunggu pohon tembesi.
Dan, Madin pun baru
mengetahui jika “kematiannya” adalah karena ditumbalkan oleh orang yang silau
akan dunia. Ternyata orang tua angkatnya memuji siluman babi demi kekayaan.
Semoga peristiwa ini mengajarkan suatu hikmah bagi kita akan kebesaran Allah.
Dan janganlah sekali-kali berbuat syirik pada-Nya. (Misteri)
Posting Komentar